Sabtu, 17 September 2016

Talkshow Sejarah Rempah2 Nusantara




Perdagangan rempah mengacu pada perdagangan antara peradaban-peradaban bersejarah di Asia, Afrika Timur dan Eropa. Rempah-rempah seperti kayu manis, Lada, cengkeh, kapulaga, jahe, dan kunyit secara luas dikenal, dan sangat dicari dalam perdagangan di Dunia Timur zaman dahulu.
Rempah-rempah tersebut menemukan jalan mereka ke Timur Tengah sebelum awal era Kristen, di mana sumber-sumber sebenarnya dari rempah-rempah tersebut dirahasiakan oleh para pedagang, yang mengkait-kaitkannya dengan cerita-cerita yang fantastis.
Dunia Yunani-Romawi mengikuti perdagangan ini dengan berdagang di sepanjang Jalur Dupa dan jalur Romawi-Hindustan. Di tengah milenium pertama, rute pelayaran ke Hindustan (sekarang India) dan Sri Lanka (Romawi - Taprobane) dikendalikan oleh Hindustan dan Ethiopia yang menjadi kekuatan perdagangan maritim Laut Merah.
Kekaisaran Aksum (sekitar abad ke-5 SM- abad ke-11 M) telah merintis rute Laut Merah sebelum abad ke-1 Masehi. Pada pertengahan abad ke-7 bangkitnya Islam berimbas pada ditutupnya rute darat kafilah yang melalui Mesir dan Kanal para Firaun, dan memisahkan komunitas perdagangan Eropa dari Aksum dan Hindustan.
Pedagang-pedagang Arab akhirnya mengambil alih pengiriman rempah-rempah melalui pedagang Levant dan pedagang Venesia untuk Eropa, sampai bangkitnya Turki Utsmani yang memotong rute lagi tahun 1453. Jalur darat pada awalnya membantu perdagangan rempah-rempah, tapi rute perdagangan maritim menyebabkan pertumbuhan yang luar biasa dalam aktivitas komersial.
Selama periode Abad Pertengahan Tinggi dan Abad Pertengahan Akhir para pedagang Muslim mendominasi rute perdagangan rempah-rempah maritim di seluruh Samudera Hindia, mendapat keuntungan besar dari daerah sumber rempah-rempah di Timur Jauh (Asia Tenggara) dan mengirimkan rempah-rempah dari emporium perdagangan di Hindustan ke arah barat ke Teluk Persia dan Laut Merah, di mana rute darat menuju ke Eropa.
Perdagangan rempah-rempah kemudian diubah oleh Zaman Penjelajahan Eropa, di kala perdagangan rempah-rempah, terutama lada hitam, menjadi sebuah kegiatan yang sangat penting bagi para pedagang Eropa. Rute pelayaran dari Eropa ke Samudera Hindia melalui Tanjung Harapan yang memutari Afrika dipelopori oleh penjelajah dan navigator Portugis Vasco da Gama pada tahun 1498, sehingga terciptalah rute maritim baru untuk perdagangan rempah-rempah.
Perdagangan rempah-rempah ini kala itu mendorong ekonomi dunia dari akhir Abad Pertengahan sampai ke zaman modern, dan akhirnya mengantarkan era dominasi bangsa Eropa di Dunia Timur. Kanal-kanal seperti Teluk Benggala, digunakan sebagai jembatan untuk pertukaran budaya dan komersial di antara beragam budaya kala negara-negara kala itu berjuang untuk menguasai perdagangan di sepanjang banyak rute rempah-rempah. Dominasi Eropa berkembang dengan lambat. Rute perdagangan Portugis umumnya dilarang dan dibatasi oleh penggunaan rute kuno, pelabuhan, dan negara-negara yang sulit untuk didominasi. Kerajaan Belanda kemudian mampu melewati banyak masalah ini dengan merintis rute laut langsung dari Tanjung Harapan ke Selat Sunda di Nusantara (sekarang Indonesia).(copas)


SEjarah Rempah2 Nusantara

Sebagai salah satu negara penghasil rempah terbesar di dunia, nama Indonesia sudah tidak diragukan lagi di seluruh dunia. Selain seni dan budaya, Indonesia memiliki kekayaan alam rempah-rempah yang sangat beragam. Keragaman rempah-rempah ini menjadi satu bagian tak terpisahkan dari kepingan sejarah bangsa Indonesia.
Rempah-rempah inilah juga yang menarik perhatian bangsa Portugis untuk datang menjajah demi menguasai rempah-rempah yang saat itu ditemukan di Maluku. Sepanjang abad ke-16 dan 17, bangsa Portugis dan Spanyol memperebutkan penguasaan tanah rempah-rempah di Maluku. Disusul oleh bangsa Belanda di abad ke-17.
Rempah merupakan barang dagang utama dan paling berharga saat itu. Bayangkan saja, harga jual cengkeh hampir sama dengan harga emas batangan. Ada banyak sekali rempah-rempah khas Indonesia yang menjadi komoditi utama perdagangan, antara lain, cengkeh, pala, kayu manis, lada, dan jahe.
Rempah-rempah memiliki nilai penting karena manfaatnya, misalnya untuk kesehatan, menghangatkan badan, ataupun pengobatan. Bahkan rempah juga sudah digunakan sejak bangsa Mesir Kuno, jauh sebelum jaman penjajahan bangsa Eropa di abad 16. Saat itu bangsa Mesir Kuno menggunakan kayu manis, merica, dan cengkeh untuk mengawetkan mumi raja-raja Mesir. Rempah-rempah juga digunakan sebagai bumbu dalam meracik masakan.
Pada masa modern ini, masyarakat dunia dapat menikmati rempah-rempah melalui produk-produk makanan olahan produksi Indonesia. Misalnya produk-produk Indofood yang sudah diekspor ke mancanegara. Sebagai salah satu produsen makanan olahan terbesar di Indonesia, Indofood mengaplikasikan rempah-rempah khas Indonesia dalam variasi produk-produknya. Seperti Indomie dengan aneka rasa masakan khas Indonesia, bumbu-bumbu resep masakan Indonesia yang praktis hingga sambal Indofood.
Keragaman rempah-rempah ini menjadi satu bagian tak terpisahkan dari kepingan sejarah bangsa Indonesia. Generasi muda sebagai penerus bangsa sudah seharusnya mengetahui dan menjaga kekayaan alam yang menjadi warisan bangsa. Termasuk rempah-rempah ini.
Untuk bisa menjaganya, ada baiknya kita mengenal dengan baik sejarah rempah-rempah Indonesia, termasuk juga aneka ragam rempah tersebut. (copas)


Perdagangan Arab dan Eropa abad pertengahan


Rute perdagangan di Laut Merah menghubungkan Italia ke barat-daya India
Roma berperan dalam perdagangan rempah-rempah selama abad ke-5, namun peran ini tidak seperti Arab dan tidak berlangsung sampai melewati Abad Pertengahan.[1] Bangkitnya Islam menutup rute darat para kafilah melalui Mesir dan Suez, dan pedagang Arab terutama dari Mesir akhirnya mengambil alih pengiriman barang melalui Levant ke Eropa.
Perdagangan rempah telah membawa kekayaan besar bagi kekhalifahan Abbasiyah, dan bahkan menginspirasi legenda terkenal seperti Sinbad si Pelaut. Para pelaut dan pedagang awal ini sering berlayar dari kota pelabuhan Basra dan akhirnya setelah banyak pelayaran mereka akan kembali untuk menjual barang-barang mereka termasuk rempah-rempah di Baghdad. Ketenaran banyak rempah-rempah seperti pala dan kayu manis dikaitkan dengan para pedagang rempah awal ini.[16]

Kepulauan Banda di Maluku, Nusantara (sekarang Indonesia), selama waktu yang lama adalah satu-satunya sumber langka pala, memberikan kontribusi bagi reputasi Kepulauan Maluku sebagai "Spice Islands" ("Kepulauan Rempah").
Koneksi komersial Hindustan dengan Asia Tenggara terbukti vital bagi pedagang Arab dan Persia pada abad ke-7 dan ke-8.[13] Pedagang-pedagang Arab, terutama keturunan pelaut dari Yaman dan Oman mendominasi rute maritim di seluruh Samudera Hindia, mendapat keuntungan besar dari daerah sumber di Timur Jauh - menghubungkan mereka dengan rahasia "kepulauan rempah" (Kepulauan Maluku dan Kepulauan Banda). Pulau-pulau di Maluku juga ditemukan telah disebutkan dalam beberapa catatan: sebuah kronik Jawa (1365) menyebutkan "Maluku" dan "Maloko",[17] dan karya navigasi dari abad ke-14 dan ke-15 berisi referensi pelaut Arab yang pertama dan tegas tentang Maluku.[17] Sulaima al-Mahr menulis: "Timur dari Timor [di mana cendana ditemukan] adalah kepulauan 'Bandam' dan mereka adalah pulau-pulau di mana pala dan fuli ditemukan. Kepulauan cengkeh yang disebut 'Maluku' .....".[17]
Produk Maluku kemudian dikirim ke emporium perdagangan di India, melewati pelabuhan seperti Kozhikode, dan melalui Ceylon (sekarang Sri Lanka).[18] Dari sana barang itu dikirim ke arah barat melintasi pelabuhan Arabia di Timur Dekat, ke Ormus di Teluk Persia dan Jeddah di Laut Merah dan kadang-kadang dikirim ke Afrika Timur, di mana mereka akan digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk upacara pemakaman.[18] Penduduk Abbasiyah menggunakan Alexandria, Damietta, Aden dan Siraf sebagai pelabuhan pintu masuk ke India dan Tiongkok.[19] Pedagang yang tiba dari India di kota pelabuhan Aden membayar upeti dalam bentuk jebat, kapur barus, ambergris dan cendana pada Ibnu Ziyad, Sultan Yaman.[19]
Ekspor rempah-rempah India ditemukan disebutkan dalam karya-karya Ibnu Khurdadhbeh (850), al-Ghafiqi (1150), Ishak bin Imaran (907) dan Al Kalkashandi (abad ke-14).[18] Peziarah Tiongkok Hsuan Tsang menyebutkan kota Puri, dimana "pedagang-pedagang berangkat ke negara-negara yang jauh."[20]
Dari sana, rute darat menuju pesisir Mediterania. Dari abad ke-8 sampai abad ke-15, Republik Venesia dan republik maritim tetangganya memegang monopoli perdagangan Eropa dengan Timur Tengah. Perdagangan sutra dan rempah-rempah, yang melibatkan rempah-rempah, dupa, herbal, obat dan opium, membuat kota-negara di Mediterranean ini menjadi kaya secara fenomenal. Rempah-rempah berada di antara produk yang paling mahal dan paling dicari dari Abad Pertengahan, digunakan dalam pengobatan. Mereka semua diimpor dari Asia dan Afrika. Pedagang Venesia kala itu mendistribusikan barang melalui Eropa sampai akhirnya munculnya Kesultanan Utsmaniyah, yang akhirnya menyebabkan jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453, memblokir orang Eropa dari kombinasi perdagangan jalur darat-laut yang penting










0 komentar:

Posting Komentar